Rabu, 04 Januari 2012

Nestapaku dari "Sandal Jepit"

,

Akhir tahun 2011 bisa dibilang aakhir tahun yang kelam bagi AAL (15) remaja asal Sulawesi Tengah yang dituduh mencuri sendal jepit milik anggota Polisi yaitu Briptu Ahmad Rusdi. Ibarat jatuh tertimpa tangga mungkin itulah pepatah yang mungkin pas dengan keadaan yang sedang menimpaa AAL tersebut. Bagaimana tidak, setelah dituduh melakukan pencurian sandal di kos-kosan anggota Brimob Polresta Palu, AAl mendapat penganiayaan, selain itu AAl juga akhirnya dilaporkan dan akan diadili di Pengadilan Negeri Palu Sulawesi Tengah.

apabila kita pandang dari segi hukum kasus ini memang telah memenuhi pasal 362 KUHP yang berbunyi "Barang siapa mengambil suatu benda yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak sembilan ratus rupiah".Namun apabila kita melihat dari kacamata masyarakat umum maka akan timbul satu pertanyaan yaitu "apakah pantas kasus pencurian sandal tersebut dibawa sampai keranah hukum?".

Ada beberapa versi kronologis yang menjelaskan bagaimana kasus itu terjadi dan kenapa bisa sampai dibawa kemeja hijau. Menurut tim investigasi yang dikoordinasi Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) kronologisnya yaitu :
27 Mei 2011
AAL dituduh mencuri sandal di kos-kosan anggota Brimob Polresta Palu. Pukul 20.00-23.00 WITA, AAL datang ke kos Brimob atas perintah penghuni kos.

AAL pulang ke rumah pukul 23.00 WITA diantar JUL, salah seorang anggota Brimob. Saat itu keluarga AAL belum sadar bahwa AAL dianiaya oleh anggota Brimob Briptu Simson dan Briptu Ahmad Rusdi.

Lalu keluarga AAL mendatangi kos-kosan Brimob untuk menyelesaikan secara kekeluargaan. Sesampainya di kos-kosan Brimob, bapak dan ibu AAL diminta bertanggung jawab atas pencurian tersebut. Bapak AAL menanyakan mana buktinya.

Lantas dijawab oleh Briptu Ahmad Rusdi dan Briptu Simson bahwa di kos-kosan tersebut sering kehilangan sandal. Kemudain mereka minta ganti 3 sandal merek Eiger yang hilang. Harga 1 sandal Rp 85 ribu x 3 sandal sehingga keluarga AAL harus mengganti Rp 255 ribu.

Bapak AAL akan mengganti dengan uang tapi Briptu Rusdi tidak mau. Mereka meminta saat itu juga harus ada sandalnya. Tetapi malam itu sandal tidak bisa didapatkan karena toko sudah tutup.

Lalu KTP bapak AAL diminta paksa untuk jaminan oleh Briptu Ahmad Rusdi cs. Lantas bapak-ibu AAL pulang ke rumah.

Sesampainya di rumah ibunya baru sadar AAL dianiaya. Dada, wajah dan punggung dianiaya dengan tangan dan benda tumpul. AAL juga didorong hingga masuk got. Nasib serupa menimpa teman AAL, FD dan PR.

28 Mei 2011
Keluarga AAL lapor ke Propam Polda Sulteng di Palu. Briptu Amhad Rusdi marah hingga akhirnya langsung melapor balik ke Polsek setempat. Di Polsek, AAL hanya 2 kali diperiksa dan langsung jadi tersangka.

Dan kronologis menurut Polisi yang disampaikan oleh Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Pol Saud Usman Nasution adalah
Pada tanggal 27 Mei 2011, di salah satu rumah kontrakan, Briptu Rusdi dan Briptu Simson, sering kehilangan sandal.

Dari keterangan salah satu anak, pelaku yang mengambil sandal ada tiga orang, AAL (17), FD(14), MSH (16).

Ketiga anak ini oleh anggota lantas diinterogasi. Kepada mereka, AAL mengaku pernah mengambil sandal, FD dan MSH juga mengakui. Kemudian diduga karena emosi, terjadi insiden 'dorongan', dilakukan oleh dua Briptu tersebut dan menyebabkan anak-anak terjatuh.

Beberapa waktu kemudian, orang tua diminta datang dan menasihati serta menjemput anak masing-masing. Datanglah orang tua FD dan MSH menjumpai Rusdi dan Simson. Kemudian mereka menegur anaknya dan masalah dianggap selesai.

Tidak berapa lama, sekitar 20 menit setelah itu, datang orang tua AAL atas nama EML, dan dijelaskan duduk perkaranya. Saat itu, persoalan juga dianggap selesai dan tidak berlanjut ke proses hukum.

Pada tanggal 28 Mei 2011, orang tua AAL mendatangi kedua orang Briptu dan menjelaskan bahwa yang bersangkutan sudah melaporkan keduanya ke Propam Polda karena tidak terima perlakuan pada anaknya. Pada saat itu, EML minta agar kasus diproses hukum.

Karena didorong oleh hal itu, dua Briptu akhirnya membuat laporan pengaduan pada tanggal 28 Mei 2011. Setelah itu, penyidik menjelaskan pada orang tua bahwa AAL masih di bawah umur. Prosesnya bukan melalui jalur hukum tetapi melalui upaya pembinaaan.

"Itu sudah diingatkan. Akan tetapi orang tua anak tetap keras minta diproses hukum," terang Saud.

Kemudian datang pengacara orang tua AAL, Elvis yang menanyakan perkembanghan kasus. Dia lantas meminta kasus tersebut dibawa ke pengadilan sehingga ditetapkan JPU dan masuk ke pengadilan.

Menurut Saud, dua anggota tidak menarik laporan karena tidak terima balik. "Si pelaku minta kepastian hukum harus kami layani. Sedangkan anak yang lain tidak, malah mengingatkan yang lain. Kalau kami dikatakan tidak memahami aturan pengananan anak-anak itu salah, karena kami, KPAI sering turun ke Polda-polda untuk mengingatkan ada pendekatan berbeda.

Entah kronologis mana yang benar, namun kasus ini sudah mulai diproses dan telah menimbulkan berbagai reaksi masyarakat. Salah satunya adalah di Palu, sejumlah warga palu menggelar aksi "100 Sandal Untuk Keadilan" yang dilaksanakan pada tanggal 30 desember 2011 sebagai aksi dukungan terhadap AAL. Tak ketinggalan pula aksi yang dilaksanakan oleh warga solo yang menyumbangkan sandal bekas ke dalam dropbox ‘1000 Sandal Jepit Bekas Untuk Bebaskan AAL’. Aksi tersebut diselenggarakan oleh LSM Yayasan Sahabat Kapas bekerjasama dengan KPAI. Tak sampai disitu aksi di solo masih akan dilanjutkan kembali dengan membuat posko dropbox di Gladak yang merupakan titik 0 Kilometer di Solo.

Selain itu KPAI ( Komisi Perlindungan ANak Indonesia ) pun melakukan pengumpulan 1000 sandal sebagai bentul solidaritas atas kasus yang menimpa AAl tersebut. Dan apabila telah terkumpul maka sandal-sandal tersebut akan diserahkan kepada Mabel Polri. Terkait hal penyerahan sandal ke Mabes Polri, Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Saud Usman Nasution mengaku, akan menerima dengan senang hati. Tidak banyak berpikir, Saud menyatakan sandal-sandal itu akan disalurkan ke mereka yang membutuhkan.

Besarnya reaksi masyarakat terhadap kasus sandal jepit tidak hanya mendapat liputan dari media dalam negeri, tapi media-media luar negeri juga ikut memberitakan tentang kasus sandal jepit dan aksi pengumpulan sandal jepit tersebut. Aneka judul menghiasi media massa asing, mulai media Singapura hingga AS. Ada yang memberi judul "Indonesians Protest With Flip-Flops", "Indonesians have new symbol for injustice: sandals", "Indonesia's Flip-Flop Revolution", "Indonesians dump flip-flops at police station in symbol of frustration over uneven justice", maupun "Indonesians fight injustice with sandals".

Dan sebagai penutup, pencurian sekecil apapun memang suatu perbuatan yang tidak terpuji dan dilarang oleh agama dan hukum, namun apabila pencurian sandal seperti pada kasus AAL tersebut samapai dimeja hijaukan merupakan hal yang sangat disayangkan mengingat umur AAL masih dibawah umur dan masih ada jalan kekeluargaan yang dapat digunakan untuk menyelseseikan kasus tersebut.

0 komentar to “Nestapaku dari "Sandal Jepit"”

Posting Komentar

 

Mira Jaya Copyright © 2011 | Template design by O Pregador | Powered by Blogger Templates